00:00
Senin
00 Mei
jQuery(function($){
$("#ticker").tweet({
username: "buffhans",
page: 1,
avatar_size: 32,
count: 5,
loading_text: "lagi ngebaca twit..."
}).bind("loaded", function() {
var ul = $(this).find(".tweet_list");
var ticker = function() {
setTimeout(function() {
var top = ul.position().top;
var h = ul.height();
var incr = (h / ul.children().length);
var newTop = top - incr;
if (h + newTop <= 0) newTop = 0;
ul.animate( {top: newTop}, 500 );
ticker();
}, 5000);
};
ticker();
});
});
˟

Malam, Hujan, dan Hentakan Kaki Berlari

Ini masih malam yang biasa. Seperti malam sebelumnya, semakin larut ia dimakan waktu, semakin mencekam dan semakin menusuk dingin. Bedanya, kali ini semakin dingin oleh rintik hujan yang nanggung untuk disebut deras.

Ini adalah malam dengan serbuan rintik hujan.
Beberapa orang mencintai hujan dengan hanya memandang, sementara dirinya dibawah naungan teduh.
Beberapa orang menikmati hujan sambil menari bersama irama gemerciknya.
Dan tak ada satupun yang membenci hujan, kecuali takut akan basahnya.

Tetapi, hujan tak pernah bisa membasahi seseorang yang berlari ditengah malam. Hentakan kaki yang berlari itu mampu mengeringkan setapak jalan yang basah menjadi kering.

Ia seakan sedang berlari dari kenyataan, namun sesungguhnya ia sedang menikmati kegelisahan. Karena kegelisahan itulah ia berlari menembus malam. Matanya sayu, namun tajam merobek malam.

Ia orang yang sama.
Orang bodoh yang kembali berlari memikul beban, diatas setapak jalan keadaan.