00:00
Senin
00 Mei
jQuery(function($){
$("#ticker").tweet({
username: "buffhans",
page: 1,
avatar_size: 32,
count: 5,
loading_text: "lagi ngebaca twit..."
}).bind("loaded", function() {
var ul = $(this).find(".tweet_list");
var ticker = function() {
setTimeout(function() {
var top = ul.position().top;
var h = ul.height();
var incr = (h / ul.children().length);
var newTop = top - incr;
if (h + newTop <= 0) newTop = 0;
ul.animate( {top: newTop}, 500 );
ticker();
}, 5000);
};
ticker();
});
});
˟

SURAT RINDU #9 : Nadir Harapan


Kepada Andromeda yang sedang berdiri pada titik tengah horizon, menatap titik nol derajat azimuth arah selatan, sembari menikmati aurora australis pada waktu yang kau sebut kebetulan. Sosok yang bimbang pada titik nadir harapan.

Aku baru saja selesai membaca suratmu, bahasamu menambah kadar kerinduan dalam dekapan bayang temu. Perihal suratmu yang tersirat penuh keraguan, dan doamu yang terpanjat dengan penuh harapan.

Aku mengerti harapanmu tentang kepastian. Dan keberanianku harus tunduk dihadapan sesuatu yang dinamakan takdir. Takdirlah keputusan absolut dari Sang Maha Kuasa. Aku tak mampu menjanjikan kita untuk bersatu. Tapi aku masih mampu menjanjikan temu.

Tidak ada yang namanya kebetulan, Andromeda. Semua sudah dirancang manis dalam catatan Sang Ilahi. Rencana-Nya itu pasti, tapi rencana kita nisbi. Pada akhirnya kita harus memegang kembali azas kemungkinan. Namun jangan pernah membuang harapan.

Bagaimana kalau kita bekerja sama?
Aku akan menahan semua keraguan pada titik nadir, dan kamu memanjat doa dan harapan pada titik zenith.

Aku menempatkan temu pada batas kesetiaan. Dan menyerahkan ketentuan pada dimensi imajiner Tuhan.

Ulurkan jari manismu, izinkan aku menyematkan cincin pembuktian. Setelah itu kamu akan sepenuhnya memiliki dan menempati seluruh ruang dalam hatiku. Apa itu cukup untuk menepis seluruh keraguan?