00:00
Senin
00 Mei
jQuery(function($){
$("#ticker").tweet({
username: "buffhans",
page: 1,
avatar_size: 32,
count: 5,
loading_text: "lagi ngebaca twit..."
}).bind("loaded", function() {
var ul = $(this).find(".tweet_list");
var ticker = function() {
setTimeout(function() {
var top = ul.position().top;
var h = ul.height();
var incr = (h / ul.children().length);
var newTop = top - incr;
if (h + newTop <= 0) newTop = 0;
ul.animate( {top: newTop}, 500 );
ticker();
}, 5000);
};
ticker();
});
});
˟

Jangan Sepelekan Buang Hajat

Ini adalah sebuah kisah nyata yang saya alami waktu kelas 2 SD. Ketika saya masih unyu-unyu nge-gemesin, masih lugu, dan bisa dibilang bodoh.

Jam kepulangan sekolah anak kelas 2 SD adalah jam 11.00. Waktu itu jarak rumah ke sekolah hanya berkisar +/- 2 KM. Dan setiap pulang sekolah, saya selalu berjalan kaki. Padahal kalau naik angkot cuma membayar Rp. 300,-. Dan saya juga bukan anak manja yang harus dijemput sepulang sekolah. Kebetulan juga, ketika kelas 2 SD saya hidup jauh dari orang tua. Saya hidup menumpang dirumah Budhe dan Pakdhe yang berada dikota, sementara orang tua berada dipedalaman yang berjarak sekitar +/- 250 KM.

Sepulang sekolah, saya merasakan ada tekanan didekat daerah (maaf) dubur, bahasa kerennya, "kebelet boker". Berhubung toilet sekolah bau pesing luar biasa, dan gak ada air, maka lucu sekali kalau saya Buang Air Besar (BAB) tanpa cebok.

Selain akan menyisakan bau yang terbawa kemana-mana, saya juga merasakan jijik sendiri.

Akhirnya saya memutuskan untuk menahan hingga sampai dirumah. Kebetulan lainnya, dikantong saya masih ada uang Rp. 300,- perak, kalau diestimasi waktu naik angkot sampai kerumah, tidak akan jebol.

Saya berjalan hingga dipinggir jalan menunggu angkot lewat, dan dari kejauhan sudah terlihat angkot tapi entah kenapa berhenti lama diujung jalan.

Mungkin waktu itu hari sial saya, ada preman kecil yang kalau saya taksir sudah SMP, kerjanya malakin anak SD pulang sekolah. Sebelum-sebelumnya saya sering diminta uang, daripada saya bonyok, mending saya kasih saja. Itulah kenapa saya sering pulang tanpa membawa uang.

Kali ini, sial. Saya kena palak.

Hal ini membuat keadaan semakin rumit. Pantat saya sudah kebelet, uang dirampok, artinya saya harus jalan kaki pulang sambil menahan BAB.

Dengan tekad juang dan keyakinan untuk bisa boker dirumah, akhirnya saya jalan kaki pulang kerumah yang rasanya semakin jauh saja ketika sambil kebelet.

Hebatnya, sampai 90% perjalanan sukses saya lewati dengan menahan boker. Masa kritis muncul ketika proses jalan mencapai 91%, "gerbang anus" saya sudah kritis tak kuasa menahan. Padahal berbagai cara sudah saya lakukan mulai dari mengantongi batu, hingga menghimpit pantat dengan bantuan tangan. Mau mencari semak pojokan pohon, tapi yang ada semak rumput pendek yang layu disemprot herbisida (racun rumput).

Pilihannya ada dua ; Pertama, saya BAB direrumputan, walau memang kebetulan daerah itu sangat sepi orang lewat, dan rumah ada sekitar 20 meter, tapi kemungkinan malu dilihat orang sangat besar. Kedua, anda bisa menebak sendiri pilihan ini.

Mau-tidak-mau, saya mengambil pilihan kedua. Setidaknya hanya saya yang merasakan tidak nyaman, dan hanya saya yang merasa malu terhadap diri sendiri. Dan untuk menutupi kemungkinan dilihat orang dari belakang karena tembus, saya menutupi dengan tas. Walau saya harus berjalan mengangkang kali ini.

Sial, padahal jarak kerumah tinggal +/- 100 meter lagi.

Dibalik malunya saya, ternyata ada banyak kebaikan-kebaikan yang bisa diambil.
Pertama, selama 100 meter terakhir, tidak ada orang yang membuntuti saya dari belakang.
Kedua, suasana lagi sepi sekali, mungkin orang lagi sibuk kerja.
Disini, intinya perjalanan saya mulus tanpa harus menahan malu dilihat orang lain, kecuali Budhe saat sampai dirumah.

Dan yang terakhir adalah lega melepas hajat meski dalam kondisi tidak menyenangkan.

Menahan hajat (BAB) adalah hal yang harus segara dipenuhi, bahkan saat ibadah (sholat) pun, saat kebelet sebaiknya saya sarankan untuk membatalkan. Karena jika tidak, Sholat anda tidak akan khusyuk, dan bahkan kemungkinan batal sangatlah besar. Saya taksir, 95% sangat mungkin untuk batal.

Apalagi harus menahan hajat dengan berjalan sejauh 1,9 KM. Bayangkan saja bagaimana tersiksanya saya waktu itu. Anda mau mencoba?

Silahkan tertawa membaca tulisan saya ini, atau bahkan merasa jijik. Toh, saya yang menulis juga merasakan hal yang sama saat menulis.

Jangan sepelekan hal-hal sepele, apalagi untuk urusan buang hajat. Jika anda tidak ingin merasakan hal buruk seperti saya.

Kebaikan yang paling saya syukuri adalah,
Saya masih anak-anak. Hal seperti buang hajat dicelana masih diterima dalam batas kewajaran.

Have a nice day!
hehehee.. ^___^