00:00
Senin
00 Mei
jQuery(function($){
$("#ticker").tweet({
username: "buffhans",
page: 1,
avatar_size: 32,
count: 5,
loading_text: "lagi ngebaca twit..."
}).bind("loaded", function() {
var ul = $(this).find(".tweet_list");
var ticker = function() {
setTimeout(function() {
var top = ul.position().top;
var h = ul.height();
var incr = (h / ul.children().length);
var newTop = top - incr;
if (h + newTop <= 0) newTop = 0;
ul.animate( {top: newTop}, 500 );
ticker();
}, 5000);
};
ticker();
});
});
˟

Kepemimpinan, Kesenjangan, dan Harapan


Jiwa pemimpin tidak akan berkaca pada cermin kaca, tetapi ada sebuah cermin raksasa yang bisa kita sebut masyarakat. Dan letak cermin itu adalah RESPON. Untuk lebih sempit lagi, berkacalah pada respon anggota dalam organisasi yang akan dipimpin. Dan dengarlah bisikan-bisikan kecil didalamnya.

Dilingkungan kampus saya, senioritas masih dijunjung tinggi. Sebut saja ini tentang kesenjangan.

Seorang calon pemimpin tidak akan bertindak idealis tanpa melihat realita. Apa yang terjadi dilingkungan kita bisa dikatakan salah, namun bukan berarti membenarkan yang salah itu dengan cara semerta-merta mengedepankan pola pikir pragmatis untuk menegakkan harapan.

Maka ingatlah bahwa harapan tak selalu lurus dengan kenyataan. Seorang pemimpin tidak akan berjalan dalam harapan dan idealita. Ia akan selalu berjalan melewati realita dan menegak kesenjangan yang ada. Namun tetap dipegang, harapan itu akan tegak perlahan.

Disinilah saya menekankan tentang nilai humanisasi, memanusiakan manusia. Tidak semua orang akan suka dengan tindakan kita yang serta-merta menjadi “shocking public”. Cara seperti ini hanya akan menambah sinisme dalam kesenjangan. Dan sampai kapanpun, kesenjangan itu tak akan pernah luntur.

Letak jiwa pemimpin disini adalah memberi pengertian secara perlahan dan selalu meminta masukan. Dan selalu memposisikan diri dalam konteks “Junior-Senior”. Kesenjangan ini penting untuk membangun hubungan baik dengan semua kalangan. Dan pemimpin sejati adalah ketika ia menegak kesenjangan, jejak setelah kesenjangan itulah ia hapus perlahan.

Banyak dari kita tidak suka dengan senioritas. Termasuk saya. Namun membenci senioritas bukanlah dengan cara menantangnya. Ketika seseorang menantang, akan ada kekuatan yang besar untuk melawan.

Dan untuk mendapat simpati orang banyak, bukanlah dengan cara menantang. Berbaurlah dan cari celah untuk menang. Saat ia menang, diposisi puncak itulah ia bisa menghapus kesenjangan secara totalitas. Mulai dari posisi yang sejajar kebawah. Maka putuslah rezim senioritas dimulai dari kelas dimana ia berada. Inilah yang disebut sebagai pemimpin sistematis.

Terkadang memang dibutuhkan sosok pemimpin yang pragmatis. Namun pemimpin yang komprehensif akan selalu membuat alur estafet kepemimpinan sistematis.

Maka, jadilah pemimpin yang selalu dirindukan..