00:00
Senin
00 Mei
jQuery(function($){
$("#ticker").tweet({
username: "buffhans",
page: 1,
avatar_size: 32,
count: 5,
loading_text: "lagi ngebaca twit..."
}).bind("loaded", function() {
var ul = $(this).find(".tweet_list");
var ticker = function() {
setTimeout(function() {
var top = ul.position().top;
var h = ul.height();
var incr = (h / ul.children().length);
var newTop = top - incr;
if (h + newTop <= 0) newTop = 0;
ul.animate( {top: newTop}, 500 );
ticker();
}, 5000);
};
ticker();
});
});
˟

Refleksi Diri : Kata

Hellowww everybodyyy..
Apa kabar nih?
Capek kuliah? Beban amanah semakin banyak? Diburu deadline skripsi? Banyak jurnal yang harus terselesaikan? Sibuk penelitian? Bingung menentukkan prioritas?
Anyway, begitulah hidup. Banyak rasa, banyak pertanyaan terlontar. Termasuk, pertanyaan yang akhir-akhir ini menjadi pemburu penulis setiap saat, setiap waktu. Padahal, kuliah juga baru setengah jalan..
"Kapan lulus kuliah?"

Itu tuh pertanyaan yang berat untuk dijawab. Biasanya sih, Buff jawab "InsyaAllah 2 tahun lagi". Nah, nanti kalo udah selesai kuliah, pasti akan ada pertanyaan lain. "Udah kerja? Kapan kerja?", kalo udah kerja dan punya penghasilan, nanti pasti ada pertanyaan lain yang jaaauuuhh lebih beerrrraaat! "KAPAN NIKAH?"
*jegleeerrr* petir menyambar* zoom-in zoom-out*

Well, kembali ke judul utama kita kali ini..
Refleksi diri : Kata

Ada apa dengan kata?
Pernahkah kita menghitung seberapa banyak kata yang terlontar dari mulut kita sebagai ucapan sehari-hari? Mungkin hanya orang kurang kerjaan aja ya yang menghitung kata yang terucap dalam sehari =____="

Tapi, setidaknya kita bisa merefleksikan diri setelah beraktivitas seharian. Sudahkah kita menyaring kata yang terlontar? Seberapa bermanfaat ucapan kita?

Ada pepatah yang mengatakan begini..
Tong kosong nyaring bunyinya
Artinya, orang yang nyaring bunyinya dalam bertutur (cerewet) itu tidak ada sesuatu yang berisi dari omongannya. Anggap saja seperti kata-kata sampah.
Apalagi kalau semua yang dikatakan itu hanya gosip atau kata cacian yang sepantasnya hanya dikeluarkan di kebun binatang.
Kalau marah kan itu hal biasa yang terlontar?
Iya, makanya kendalikan amarah. Coba introspeksi diri, pantas gak sih kata-kata kotor itu terucap?

Nah, tingkatan selanjutnya dari menjaga ucapan adalah kelembutan dalam kata.

Kita semua sudah tau apa saja kata-kata yang buruk, yang pantas terucap dan yang tidak pantas. Kita sudah dewasa. Penulis juga tidak mau munafik kalau masih beberapa kali bertutur yang kurang baik. Terkadang dalam bentuk spontanitas, terkadang dalam bentuk kekesalan. Tapi karena itulah penulis membuat tulisan ini sebagai introspeksi diri.

Lalu, bagaimana jika kita sudah bisa mengontrol lisan?
Pilihlah kata-kata yang lembut.

Seperti yang saya bilang sebelumnya, tingkatan selanjutnya dari menjaga ucapan adalah kelembutan dalam kata. Ini hal yang berbeda dari menyaring ucapan. Bahwa sebenarnya kata-kata yang sopan sekalipun, belum tentu kata-kata tersebut adalah kata yang lembut. Tidak semua kata yang baik itu terkesan lembut. Bahkan beberapa kata masih terasa kasar.

Sebagai contoh..
"KAU"
Ini kata panggilan yang kasar. Bahkan jika diberikan penekanan ketika mengucapkannya, bisa terkesan lebih kasar dari "LO". Padahal ada kata yang lebih lembut yaitu "KAMU" atau "DIRIMU" juga bisa.

"KAU" ini kata yang paling sering terucap oleh orang-orang semenjak pertama kali menginjakkan kaki di Medan. Dari awal memang penulis merasa kurang nyaman saja dengan kata ini. Cuma baru bisa tertuliskan saja kali ini. hehehe

Beberapa teman juga mulai sadar dengan penggunaan kata "KAU" yang terkesan lebih kasar. Kata ganti "KAMU" itu memang biasanya dipakai untuk yang lagi pdkt atau lagi menjalin hubungan. Biar terkesan lebih halus aja gitu.. katanya.

Tapi kenapa sih tidak kita pakai dalam keseharian untuk siapapun? Karena itu kata-kata centil?
Bukan, kita saja yang belum terbiasa berkata lembut.

Huehehehehe..
Bicara panjang tentang kata agak ribet yah.
Udah dulu deh.. sekian.